Malangbong.. sebuah kata yang mungkin sudah tidak asing lagi ditelingaku. Sejenak dalam benak teringat, terngiang terbayang menerawang masa-masa indah dulu ketika hidup di perkampungan waktu kecil. Bermain bersama teman-temanku yang kini mereka sudah tidak ada lagi disampingku.. sebagian mereka berdagang, merantau ke luar pulau, pergi ke kota, ada juga yang melanjutkan sekolah di perguruan tinggi walaupun tidak sampai hitungan lima jari.
Temanku Badrudin asli putra Malangbong yang lahir sekampung dengan ku tak sengaja bertemu dengannya di pangkalan elf. Aku hampiri dia karena dengan tak sengaja aku melihatnya dari kejauhan. Aku tak pernah lupa wajahnya walaupun sekilas dia jauh terlihat di kejauhan. Lelaki bertubuh kering, rambut kusut, dipundaknya tas lusuh sambil duduk dikursi bambo yang penuh dengan asap hitam dekil menunggu tumpangan datang. Sesekali dia menghisap rokonya dalam-dalam sambil menatap sengat panasnya cuaca terminal Malangbong di siang bolong. Katanya dia bekerja di kota Bandung dan pulang ke kampung halamannya tidak menentu.
Mungkin tenggorokannya terlalu kering setelah berjalan dari rumahnya sampai ia berkeringat terlihat di kaos oblongnya yang agak basah dan sesekali melapnya dengan peci hitamnya. Sambil menanti mobil elf yang akan ia tumpangi penuh dengan penumpang dia berbincang dengan ku banyak sekali.
Kami suka terbayang indahnya kampunng kita waktu masih kecil. Tidak dapat tergambarkan lagi indahnya waktu dulu. Mungkin anak-anak modern sekarang tak akan pernah mejumpainya apa yang kami pernah jalani dulu. Permainan-permainan yang begitu unik, asyik dan sederhana. Kesederhanaan kampung kami membuat kami hidup dalam suasana damai, tenteram, apa adanya tanpa mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Beda jauh dengan anak-anak sekarang yang modern, canggih namun lupa agama, lupa akan sesama, lupa keadaan.
Tidak tau apa yang salah dari pembangunan ini, padahal manusia makin mempunyai alat canggih, makin gampang mendapatkan informasi, pembaharuan ilmu terus-menerus. Ada sekelumit pertanyaan terusik dipikiran kami waktu itu ketika berfikir pada suatu pertanyaan “mengapa kami selalu merindukan masa dulu?” sebuah masa dimana kami merasa hidup tenang.. Lantas kenapa dengan hari ini? Apakah ada yang salah..? kami terdiam sejenak mencari jawaban.. atau mungkin memang sama saja hanya karena kami mungkin waktu dulu belum bisa berfikir hal itu.Aku tidak merasa puas dengan teka-teki ini, tak ada jawaban yang pasti.
Tak terasa waktu saat itu berlalu begitu cepatnya sampai menghabiskan hampir setengah bungkus rokok kretek. Obrolan kami dari tadinya yang begitu seru terhenti dengan pertanyaan kami tadi. Membuat kami terhenti dari suasana masa damai lalu yang begitu membayangi. Sinar matahari semakin panas, asap knalpot pun sudah terlalu membuatku pusing, suasana yang tidak nyaman di sebuah tempat yang tidak indah buat mengenang masa lalu. Ah mungkin nanti saja aku lanjutkan perbincangan ini..
Kehidupan yang begitu tentram, kehidupan yang begitu agamis bahkan terkenal dengan telah “kota santri” yang dulu melekat jelas kini hanya senyum simpul. Masyarakat yang berbudaya sunda menyejukan tata tutur kata berbudi bahasa tak kutemui. Indahnya alam.. masyarakat yang nyantri, berbudaya dan bersahaja nanti ku ingat lagi.. kapan..kapan kalau aku bertemu temanku lagi.
Temanku Badrudin yang sudah merasa bosan, mencoba mengangkatkan kakinya menaiki mobil elf yang ia akan ia tumpangi membawanya ke kota. Dengan harapan, suatu saat ketika ia pulang keindahan kampung halaman akan mengundangnya, mambawa ia merasa tinggal dirumah sendiri yang sejak dulu tertoreh masa lalu indahnya.
Saya mungkin tak tahu apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kata tersebut. Mungkin bisa kenangan, harapan, penantian.. apapun itu..!!
Jumat, 27 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar