Kamis, 30 Oktober 2008

Auguste Comte (1798 – 1857): Positivisme

Auguste Comte, ia lahir tahun 1798 di kota Monpellier Perancis Selatan, berasal dari kelas menengah, anak dari orang tua yang menjadi pegawai kerajaan dan penganut agama Katholik yang saleh. Ia menikahi Caroline Massin, seorang bekas pelacur, yang nampaknya kemudian disesali, karena ia pernah menyatakan, bahwa perkawinan itu adalah salah-satunya kesalahan besar dalam hidupnya. Selama dua tahun, dari 1814 hinggga 1816, Comte belajar di Sekolah Politeknik di Paris.
Sejak kecil Comte telah menunjukan diri sebagai seorang yang berfikir bebas, mempunyai kemampuan berfikir, penganut republik yang militant skeptis terhadap ajaran-ajaran agama Katolik, dan kritis terhadap mahagurunya. Pemikiran-pemikiran Comte banyak dipengaruhi pemikiran gurunya Saint Simon. Kemudian dipengaruhi oleh Revolusi Perancis. Pemikiran Comte muncul dilatar belakangi revolusi Perancis. Ia menilai bahwa revolusi terjadi akibat pencerahan yang terjadi pada saat itu, yang menimbulkan anarkisme.
Comte merupakan bapak sosiologi yang pertama-tama memberi nama pada ilmu tersebut (yaitu dari kata socius dan logos). Walaupun dia tidak menguraikan secara rinci masalah-masalah apa yang menjadi obyek sosiologi, tetapi dia mempunyai anggapan bahwa sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Konsepsi tersebut merupakan pembagian dari isi sosiologi yang sifatnya pokok sekali. Sebagai social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan social dynamics meneropong bagaimana lembaga-lembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.
Hukum Evolusi Tiga Tahap
Dalam memahami krisis, Comte berpendapat harus melalui pedoman-pedoman berfikir ilmiah. Ia juga banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial Encyclopedist Perancis, aliran reaksioner dan sosialistik. Ia kemudian dikenal sebagai pencetus persfektif pengetahuan positivisme tau filsafat positivistik, sebagai bentuk perlawanan terhadap filsafat dan cara berfikir yang melandasi para filosof pencerahan. Comte berada dalam posisi yang sejalan dengan gerakan antirevolusi kaum Katolik – terutama dari de Bonald dan de Maistre.
Perkembangan tersebut pada hakikatnya melewati tiga tahap, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan fikiran manusia yaitu:
Tahap Teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada diatas manusia. Cara pemikiran tersebut tidak dapat dipakai dalam ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab serta akibat dari gejala-gejala.
Tahap Metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia. Manusia belum berusaha untuk mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut.
Tahap Positif, merupakan tahap dimana manusiatelah sanggupuntuk berfikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
Menurut Auguste Comte, masyarakat harus diteliti atas dasar fakta-fakta obyektifdan dia juga menekankan pentingnya penelitian-penelitian perbandingan antara pelbagai masyarakat yang berlainan.
Hasil karya Auguste Comte yang terutama adalah:
The scientific labors necessary for the reorganization of society (1822)
Thepositive philoshopy (6 jilid 1830 – 1840)
Subjective Synthesis (1820 – 1903)

Rabu, 22 Oktober 2008

Anthony Giddens : Agensi Strukturasi

Teori agensi strukturasi Anthony Giddens merupakan sebuah rekonseptualisasi atas konsep-konsep tindakan, struktur dan sistem dengan tujuan mengintegrasikannnya menjadi pendekatan teoritis. Integrasi dalam proses berlangsungnya agensi strukturasi merupakan sebuah dualitas dalam praktik sosial secara terus menerus. Oleh karena itu, muncul permasalahan yang menarik untuk dibahas, yaitu bagaimana konsep teori agensi strukturasi Anthony Giddens?, serta bagaimana analisis integrasi dari agensi strukturasi tersebut?.
Giddens melihat bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan dualisme (dualism) pelaku versus struktur. Ia memproklamirkan hubungan keduanya sebagai relasi dualitas (duality): ‘tindakan dan struktur saling mengandaikan “. Agen adalah orang-orang yang konkret dalam “arus kontinu tindakan dan peristiwa di dunia “. Adapun struktur bukanlah nama bagi totalitas gejala, bukan kode tersembunyi dalam strukturalisme, bukan pula kerangka keterkaitan bagian-bagian dari suatu totalitas seperti dalam fungsionalisme. Struktur adalah aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktek sosial. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses dimana struktur sosial merupakan hasil (out come) dan sekaligus sarana (medium) praktek sosial. Pokok pikiran sentral ini yang menjadi poros pemikiran Giddens dan menamakan teorinya sebagai ‘strukturasi’.
Integrasi agensi strukturasi yaitu hubungan antara pelaku dan struktur berupa relasi dualitas, bukan dualisme sebagaimana pokok pikiran Giddens tersebut terjadi dalam praktik sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku dalam praktik social integrasi agensi strukturasi, yyaitu mitivasi tak sadar (unconsiousness motives) sebagai motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tapi bukan tindakan itu sendiri. Kesadaran praktis (practical consiousness) yakni bagaimana bertindak dalam kehidupan sosial ini musti tidak terucapkan dan kesadaran diskursif (discursive consiousness) yakni taraf rasionalisasi tindakan yang tidak hanya ia simpan dalam pikiran tetapi juga bias ia kemukakan dengan bahasa.>>